Rencana pemugaran benteng Kastela, Kota Ternate, yang dilakukan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK), mendapat sorotan. Meski mengapresiasi langkah tersebut, penggunaan material revitalisasi masih menjadi polemik.
Ternate, Pijarpena.id
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Hudan Irsyadi menyoroti bahan perekat pemugaran benteng Kastela yang menurutnya kontroversi dengan nilai cagar budaya.
“Terkait dengan pemugaran situs benteng Kastela, saya sangat berapresiasi sebagai bentuk memperpanjang usia peninggalan benteng itu,” ujarnya pada Pijarpena.id, Rabu, (13/08/2025).
Namun TACB, kata Hudan, khawatir selama masa pemugaran tidak mengedepankan soal nilai cagar budaya pada situs benteng tersebut. Apalagi metode sisi konstruksi melibatkan pihak konsultan perencanaan yang kurang memahami mengenai cagar budaya.
Dirinya menganggap, masih perlu didiskusikan terkait bahan perekat yang digunakan untuk merevitalisasi bangunan tersebut.
“Kalau semisalnya bahan perekat bangunan dibuat menggunakan semen, maka secara tidak langsung, nilai historis cagar budaya pada situs tersebut akan hilang,” jelasnya.
Salah satu dosen antropologi sosial Universitas Khairun (Unkhair) Ternate itu juga menyebutkan, sisi konstruksinya diberikan tanggung jawab oleh pihak konsultan perencanaan.
“Takutnya mereka tidak paham mengenai dengan nilai cagar budaya sehingga mereka masa bodoh dalam pemugaran yang tak sesuai dengan nilai. Dan itu sudah banyak terjadi,” sergah Hudan.
Hudan sendiri bukan tanpa usul. Dikatakan, perekat yang digunakan harus berbahan kapur semisalnya mortir kapur yang menurutnya menyerupai kalero.
“Jadi tinggal bagaimana dari tim pelaksana duduk mendiskusikan mengenai bahan apa yang digunakan sehingga nilai cagar budaya pada situs benteng tersebut tidak hilang,” ucapnya.
Menanggapi itu, Kepala BPK XXI Malut, Winarto SS menjelaskan, keaslian dari struktur benteng tersebut memang berada pada batu alam dan kalero yang masih utuh sekarang.
Namun menurutnya, bangunan benteng tersebut dibiarkan dan tidak direvitalisasi menggunakan bahan yang kuat, sudah pasti akan dapat membahayakan bagi pengunjung.
“Jadi harus membutuhkan spasi baru karena kita sudah tidak boleh memakai kalero yang bahan dasarnya dari terumbu karang. Kalau memakai karang, kita akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan terumbu karang,” ucapnya memberi alasan.
Sehingga ia bilang, perlu melibatkan pihak konsultan perencanaan untuk memastikan bahan dan kekuatan struktur benteng tersebut.
“Soal konstruksi nanti dari pihak konsultan perencana yang memperhitungkan seperti kestabilan struktur, bahan struktur, dan metode pekerjaan. Apakah itu melanggar aturan cagar budaya atau tidak,” tuntas Winarto. (rud/fm)