Pembekuan atau pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencuat akhir-akhir ini, telah memancing reaksi publik. Kebijakan ini turut mengundang respon pengamat ekonomi di Maluku Utara.
Ternate, Pijarpena.id
Rekening dormant atau rekening bank (tabungan, giro atau valas) yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi sama sekali selama periode tertentu, umumnya 3-12 bulan yang jumlahnya jutaan rekening, telah diblokir PPATK.
Hal ini telah memancing beragam reaksi masyarakat. Pro dan kontra pun bermunculan pasca diterapkannya kebijakan tersebut. Salah satu yang menanggapinya yakni akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr Muamil Sun’an.
Dalam keterangannya, Muammil mengatakan jika PPATK melakukan penghentian atas transaksi nasabah tanpa adanya konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak perbankan maupun nasabah, maka akan menimbulkan protes dan keresahan sebagian besar masyarakat.
“Harusnya PPATK berkoordinasi dengan pihak perbankan dikarenakan dana yang tersimpan di perbankan bervariasi. Ada dana lembaga swasta, pribadi perorangan, maupun pemerintah,” ujar Muammil pada wartawan, Senin (04/08/2025).
Menurutnya, PPATK harus mengidentifikasi secara jelas jenis transaksinya dan perlu dilakukan pembatasan transaksi.
“Apabila semua jenis transaksi dilakukan penghentian, nantinya berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap perbankan,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, upaya PPATK dalam mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TTPU) merupakan upaya preventif terkait pengelolaan keuangan Negara.
Namun perlu identifikasi terkait data-data nasabah yg memiliki harta kekayaan hingga ratusan miliar serta adanya pengawasan secara ketat terhadap transaksi-transaksi tersebut.
“Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 hanya sebatas mencegah terjadinya TPPU. Biasanya TPPU terjadinya dengan dana miliaran rupiah. Perbankan (atau PPATK) seharusnya tidak memblokir dana nasabah yang dibawah 100 juta sehingga masyarakat masih tetap percaya kepada perbankan sebagai lembaga perantara (intermediasi),” tutupnya.
Sementara itu, sebagaimana diketahui, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyatakan, pemblokiran dilakukan sebagai bentuk pencegahan agar rekening-rekening tersebut tidak dimanfaatkan untuk pencucian uang, penipuan, hingga judi online (judol).
Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, PPATK telah melakukan penghentian sementara atas transaksi nasabah bank yang berdasarkan data perbankan rekeningnya dinyatakan dormant (tidak aktif).
Dilansir dari pengumuman PPATK melalui akun resmi instagram, dijelaskan penghentian rekening dormant ini dilakukan apabila tidak digunakan selama 3-12 bulan, hal ini ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan rekening yang tidak aktif.
“Penghentian sementara transaksi terhadap rekening tidak aktif adalah wujud nyata perlindungan negara terhadap hak dan kepentingan perbankan” kata kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan tertulis melalui akun Instragram PPATK Indonesia, dikutip pada Senin (04/08/2025).
Dalam kutipannya dijelaskan, hal ini menjadi langkah nyata menjaga integritas sistem keuangan indonesia dari segala bentuk upaya oleh pelaku kriminal terhadap hak dan kepentingan nasabah perbankan.
“Nasabah tetap dapat menggunakan 100 persen rekeningnya,” jelasnya singkat. (rud/fm)